Ar-Razzaq
00.40.00
الرزاق
Yang maha Pemberi Rizki
Pendahuluan
Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala
Rasulillah, amma ba’du. Sebaik-baik pujian hanya bagi Allah dzat pemilik kesempurnaan.
Pada kesempatan ini akan kami uraikan salah satu dari Asmaul Husna yang berupa
Ar-Razzaq artinya Maha Pemberi Rizki. Ini merupakan salah satu dari sekian
nama-nama Allah yang mulia. In syaa Allah dengan memahami nama ini akan semakin
kuat keimanan kita kepada Allah Ta’ala. Selamat membaca.
Empat macam sikap manusia terhadap rezeki
Setiap Manusia di dalam menjalani kehidupannya di dunia,
tidak bisa terlepas dari rezeki, sesuatu yang ia butuhkan untuk keberlangsungan
hidupnya di muka bumi ini. Sulit atau mudahnya, riang-gembiranya serta
susah-payahnya manusia dalam mencari rezeki membuat mereka memilih sikap yang
berbeda-beda dalam mencari dan cara menikmatinya. Ada orang yang miskin namun
bersabar dengan kemiskinannya, ada pula orang yang kaya dan bersyukur dengan
kekayaannya, sehingga semakin kaya semakin ta’at kepada Rabb nya. Namun ada
pula yang rakus, tamak alias serakah dalam mencari rezeki, sehingga yang haram
pun ia terjang, namun ada yang justru sebaliknya, bermalas-malasan bahkan berputus
asa.
Tipe-tipe Manusia dalam Menyikapi Rezeki
Putus asa
Jenis orang yang pertama ini adalah jenis orang yang berputus
asa dari rezeki Allah, karena pengetahuannya tentang Allah sedikit dan
ketipisan imannya ia merasa tidak kuat menghadapi susah-payahnya mencari
rezeki, bahkan tidak heran jika ia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Bermalas-malasan
Tipe ini adalah tipe orang yang cari enaknya sendiri, ia
berharap dengan kerja yang semaunya lalu bisa mendapatkan rezeki yang sesuai
dengan impiannya. Kalau bisa malah muda foya-foya, tua kaya raya dan mati masuk
Surga. Tipe orang seperti ini adalah tipe orang yang tertipu dengan iklan-iklan
murahan agar bisa kaya mendadak dengan modal dengkul yang menyesatkan, tanpa
meninjau dari sisi Syar’inya.
Rakus atau tidak sabar
Tipe ini adalah sekelompok orang yang berlebihan (rakus)
dalam mencari dunia dan ingin mendapatkan rezeki dengan cara yang cepat dan
dalam jumlah yang sangat banyak. Ia tidak qona’ah (menerima dan ridho) terhadap
pembagian rezeki dari Allah, sehingga terus merasa kurang dan kurang, sampai ia
pun berusaha mencarinya dengan cara yang haram walaupun harta yang dimilikinya
sudah banyak (kaya), maka korupsi, riba, usaha ilegal yang haram tidak jadi
masalah baginya, asal omsetnya milyaran atau bahkan trilyunan.
Tipe orang ini, bisa jadi ia miskin, namun menyimpan
ketamakan dalam hatinya, ia tidak bisa bersabar menghadapi kemiskinannya,
sehingga berbagai perbuatan harampun dilakukan, mencuri, menipu, melacur,
merampok, dan yang lainnya.
Tengah-tengah
Ini adalah sikap yang benar terhadap rezeki, yaitu
tengah-tengah diantara ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (teledor). Sikap
tengah-tengah ini adalah sikap orang-orang yang bertakwa, yang tahu tujuan
diciptakannya di muka bumi ini, ia tidak rakus berlebih-lebihan dalam mencari
rezeki, sehingga tidak mau mencarinya dengan jalan yang haram, namun ia tidak
pula bermalas-malasan dan teledor dalam mencari rezeki yang halal, apalagi
sampai berputus asa. Jika ia kaya maka ia menjadi orang kaya yang bersyukur dan
syukur itu baik baginya, semakin kaya maka semakin bertakwa.
Namun jika ia miskin, maka ia menjadi orang miskin yang
bersabar dan kesabaran itu baik baginya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ
كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ
أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ
صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya
semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri
seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang
demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan,
dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya” (HR.
Muslim).
Tiga kelompok pertama di atas adalah tiga kelompok yang salah
dalam menyikapi rezeki, apakah gerangan penyebabnya? Di antara penyebab
terbesar yang mendorong tiga kelompok pertama di atas bersikap dengan sikap
yang salah di atas, adalah mereka tidak mengenal Allah dengan benar.
Mereka tidak mengenal kemahaindahan nama-nama-Nya dan
kemahamuliaan sifat-sifat-Nya dan tidak melaksanakan tuntutan peribadatan yang
terkandung di dalam nama-nama-Nya dengan baik. Mengapa seseorang sampai
berputus asa atau rakus terhadap rezeki, tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah
adalah الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi rezeqi)?
Pentingnya ma’rifatullah (mengenal Allah) dan beribadah
kepada-Nya
Seorang yang hidup di dunia ini hakikatnya sedang melakukan
perjalanan hidup menuju kepada Tuhannya, ia harus mengetahui tujuan perjalanan
hidupnya, untuk apa ia diciptakan di muka bumi ini.
Tujuan penciptaan manusia (tujuan hidup) itu ada dua:
1. Ma’rifatullah, agar manusia mengenal siapa Rabb-nya melalui
nama, sifat dan perbuatan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ
وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ
عِلْمًا
”Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula
bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar klian mengetahui bahwasanya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar
meliputi segala sesuatu” (QS.Ath-Thalaaq: 12).
2. Ibadatullah, agar kita beribadah hanya kepada-Nya saja dengan
benar.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
”Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku semata” (QS.Adz-Dzaariyaat : 56) [Fiqhul
Asmaa`il Husnaa, hal. 8])
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan tentang tingginya
kedudukan mengenal Allah (ma’rifatullah):
أن العلم بالله أصل كل علم، وهو أصل علم
العبد بسعادته وكماله ومصالح دنياه وآخرته، والجهل به مستلزم للجهل بنفسه ومصالحها
وكمالها وما تزكو به وتفلح به، فالعلم به سعادة العبد والجهل به أصل شقاوته
“Bahwa mengenal Allah adalah dasar dari seluruh ilmu (yang
bermanfa’at), ia juga sebagai dasar ilmu seorang hamba tentang kebahagiaan ,
kesempurnaan, maslahat dunia dan akheratnya. Dan tidak mengenal Allah
mengakibatkan (seseorang) tidak mengenal dirinya , tidak tahu maslahat dan
kesempurnaan dirinya serta tidak mengetahui perkara yang menyebabkan suci dan
beruntung dirinya. Maka mengetahui tentang Allah sebab kebahagiaan seorang
hamba, sedangkan tidak mengetahui-Nya sebab kesengsaraannya” (Miftah Daris
Sa’adah 1/312).
Mengenal Allah dengan mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya
Sesungguhnya pintu ilmu dan iman yang paling besar adalah
mengenal Allah Tabaraka wa Ta’ala dengan mengenal nama-nama-Nya yang husna
(terindah) dan sifat-sifat-Nya yang ‘ulya (termulia) yang terkandung dalam
nama-nama-Nya tersebut, Allah Ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
فَادْعُوهُ بِهَا
"anya milik Allah lah
nama-nama yang terindah, maka berdo’a (dan beribadahlah) kalian kepada-Nya
dengan nama-nama yang terindah itu” (Al-A’raaf:180).
Makna firman Allah : {فَادْعُوهُ بِهَا }
“maka berdo’a (dan beribadahlah) kalian kepada-Nya dengan nama-nama yang
terindah itu” mengandung tiga perkara:
Perintah untuk berdo’a dengan menyebut nama-nama-Nya yang husna
(terindah) , seperti perkataan kita “Ya Ghaffar (Yang Maha Pengampun)
ampunilah dosa-dosa kami”.
Perintah untuk memuji-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang husna
(terindah) , seperti perkataan kita “Subhanallah dan Alhamdulillah”
Perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan melaksanakan
tuntutan peribadatan yang terkandung dalam nama-nama-Nya yang terindah itu, seperti Al-Khasyah (takut kepada Allah), mencintai Allah,
sabar ,ruku’, sujud, dan yang lainnya (Diolah dari Madarijus Salikin: 1/420).
Dari sinilah dapat kita ambil pelajaran bahwa mempelajari
nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala memiliki pengaruh besar dalam kehidupan
seorang hamba. Ia akan terbimbing ucapan dan perbuatannya, lahir dan batinnya,
dengan memahami nama-nama dan sifat Allah Ta’ala dan melakukan tuntutan
peribadatan yang terkandung dalam nama dan sifat Allah tersebut.
Oleh karena itu berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah :
وأكمل الناس عبودية المتعبد بجميع الأسماء
والصفات التى يطلع عليها البشر
“Manusia yang paling sempurna ibadahnya adalah orang yang
beribadah kepada Allah dengan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung
dalam semua nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang diketahui oleh manusia” (Madarijus
Salikin: 1/420).
Mengenal nama Allah الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi rezeqi)
Nama Allah itu banyak jumlahnya, diantara nama Allah adalah الرَزَّاقُ
(Ar-Razzaaq). Menyebut suatu nama sebagai nama Allah haruslah berdasarkan dalil
atau yang diistilahkan oleh ulama kita dengan istilah tauqifiyyah.
Adapun dalil nama ini, telah disebutkan dalam Al-Quran
Al-Karim,
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو
الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh” (Surah Adz-Dzaariyaat:58).
Dan Ayat-Ayat lainnya, yang semakna dengan ini banyak
jumlahnya, seperti:
وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ
الرَّازِقِينَ
“Berilah kami rezeki,
dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama” (Al-Maa`idah:114).
وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ
الرَّازِقِينَ
“Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki” (Al-Hajj:
58).
وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan Allah Sebaik-baik
Pemberi rezeki” (Al-Jumu’ah: 11) [Fiqhul Asmaa`il Husnaa, hal. 103].
-------------------------------------------
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.Or.Id